Orang bilang memelihara ikan lele itu menguntungkan, mudah, bisa di pelihara di mana saja, bisa dikasih makan apa saja, dan cepat besar. Tapi itu kata orang. Entah dengan sistem dan teknologi bididaya lele macam apa orang yang bisa benar-benar sukses berbisnis ternak lele. Sebelumnya saya pun tergiur untuk mencobanya, lumayan untuk usaha sampingan. Akhirnya di samping rumah, saya membuat sebuah kolam dengan ukuran sekitar 1,2 x 2,5 m dan tinggi 1m.
Setelah jadi, kolam itu kemudian saya isi dengan 250 ekor bibit lele seukuran jari telunjuk dengan harga Rp 220,- per ekornya. Untuk pakannya saya kasih pur / tremble khusus untuk ikan lele yang harganya Rp 6000,- ­/Kg atau yang Rp 8000,- /Kg. Sehari saya kasih makan 2 - 3 kali dengan porsi 2 – 3 genggam sekali makan. Sesekali juga pernah dikasih sisa nasi atau sayur yang tidak habis. Jika ada ikan hias peliharaan yang mati biasanya juga saya lemparkan ke kolam lele. Untungnya lele ini termasuk jenis hewan omnivora, jadi bisa dikasih makan apa saja. Bahkan kotoran manusia dan bangkai ayam pun juga mau. Tapi untuk lele-ku pasti ada pengecualian. Buat saya pakan seperti itu tidak manusiawi. Menjijikkan.
Jika dihitung sampai saat ini, maka umur lele-lele saya sudah 4 bulan lebih. Tapi sayangnya lele-lele itu tidak bisa saya panen secara masal / sekaligus. Entah kenapa pertumbuhan lele-lele itu tidak bisa kompak layaknya yel-yel anak perkapalan. Beberapa mungkin sudah bisa dipanen, tapi yang lainnya masih banyak yang kecil-kecil. Bahkan ada beberapa yang ukurannya nggak bertambah sedikitpun dari sewaktu saya beli bibitnya dulu. Jengkel sekali rasanya.
Tapi lumayan lah, sekitar 2 minggu sekali setiap saya menguras kolam lele itu, saya bisa mengambil 5 – 10 ekor untuk dimasak sendiri bersama keluarga. Bandingkan jika harus membeli sendiri di pasar. Berarti memelihara ikan lele ini tidak sepenuhnya sia-sia kan? Saya percaya, tidak ada hasil yang sia-sia untuk usaha yang dijalani dengan niat baik.